Jumat, 21 Maret 2014

Metode Penelitian Sastra



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Penelitian terbagi atas beberapa jenis salah satunya penelitian sastra. Penelitian sastra pada hakikatnya proses bertemunya antara pencipta karya sastra dengan karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra merupakan wujud kreatifitas manusia tergolong dalam konvensi-konvensi yang berlaku bagi wujud ciptaannya seperti novel, puisi, dan drama. Salah satu yang menarik dalam penelitian karya sastra adalah perihal keharusan adanya distansi, kerja yang objektif, dan terhindar dari unsur prasangka perspektif. Sebagai bentuk kegiatan ilmiah penelitian ilmiah memerlukan landasan kerja yang berupa teori. Teori memperlihatkan hubungan-hubungan antar fakta yang mungkin berbeda dan terpisah kedalam satu persoalan dan menginformasikan proses pertalian yang terjadi di dalam kesatuan tersebut.
Sastra terdapat dua macam penelitian, yaitu; penelitian lapangan dan perpustakaan. Dalam penelitian lapangan dilakukan dalam situasi alamiah akan tetapi didahului oleh campur tangan dari pihak peneliti, sementara penelitian pustaka secara khusus meneliti teks. Data penelitian diperoleh dari kegiatan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh orang yang sama atau berbeda yang datanya dapat dipertanggung jawabkan. Pendekatan yang dibicarakan dalam penelitian sastra diantaranya pendekatan ekspresif, Mimeis, Pragmatik, Objektif.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja yang terdapat dalam penelitian sastra?
2.      Apa perbedaan metode, metodologi, dan tekhik dalam penelitian sastra?
3.      Menggunakan pendekatan apa saja dalam penelitian sastra?

C.      TUJUAN
1.      Mendeskripsikan mengenai penelitian sastra.
2.      Mengetahui hakikat metode, metodologi, dan teknik dalam penelitian sastra.
3.      Memaparkan metode penelitian sastra.

























BAB II
PEMBAHASAN

Metode, metodologi, dan Teknik
Metode berasal dari bahasa Latin methodos yaitu meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, dan sesudah. Hodos berarti jalan, cara, dan arah. Metode dalam pengertian yang luas dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami.
Metode sering dikacaukan penggunaannya dengan metodologi. Secara etimologis metodologi berasal dari methodhos dan logos, yaitu filsafat atau ilmu mengenai metode. Metodologi membahas prosedur intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksudkan terjadi sejak peneliti menaruh minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan model, merumuskan hipotesis dan permasalahan, mengadakan pengujian teori, menganalisis data, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metodologi jelas mengimplikasikan metode, tetapi metodologi bukanlah kumpulan metode, juga bukan deskripsi mengenai metode. Berbeda dengan metode, metodologi tidak berkaitan dengan teknik-teknik penelitian, melainkan dengan konsep-konsep dasar logika secara keseluruhan.
Secara definiti metodologi berkaitan dengan metode, sedangkan paradigma merupakan dasar-dasar pemahaman yang menggaris bawahi entitas subjek dalam memandang objek tertentu. Misalnya sastra, mungkin terdapat paradigma teori, kritik, dan sejarah sastra, sastra universal dan sastra kontekstual, seni untuk seni dan seni untuk masyarakat, sastra lama dan modern, dan sebagainya. Dalam hubungan ini paradigma berfungsi untuk menggali kekayaan dan keaneragaman kultural.
Secara definitif metode dengan teknik tidak memiliki batasan yang jelas. Teknik berasal dari kata tekhnikos dalam bahasa Yunani, juga berarti alat, atau seni menggunakan alat. Ada tiga cara yang dapat dikemukakan untuk membedakan antara metode dengan teknik, bahkan juga dengan teori.
1.      Dengan cara membedakan tingkat abstraksinya.
2.      Dengan cara memperhatikan faktor mana yang lebih luas ruang lingkup pemakaiannya.
3.      Dengan cara memperhatikan hubungannya dengan objek.

Sebagai alat, teknik bersifat paling kongkret, sebagai instrumen penelitian teknik dapat dideteksi secara indrawi. Menurut Vredenbreght (1983: 20-21) teknik berhubungan dengan data primer. Dalam hubungan ini, sejumlah teknik yang sering dimanfaatkan, misalnya: wawancara, kuesioner, rekaman, statistik, dokumen, angket, teknik kartu data, dan sebagainya.
Penelitian sastra pada dasarnya memanfaatkan dua macam penelitian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian perpustakaan. Prosedur penelitian lapangan ilmu sastra hampir sama dengan ilmu sosial, keduanya memanfaatkan instrumen yang sama, dengan sendirinya dengan metode dan teknik yang sama. Prosedur penelitian pustaka dalam bidang sastra agak berbeda, memiliki ciri-ciri tersendiri. Pada umumnya penelitian perpustakaan secara khusus meneliti teks, baik lama maupun modern.
Istilah lain yang sering menimbulkan perdebatan dalam dunia penelitian adalah pendekatan. Pendekatan sering disamakan dengan metode. Secara epistemologi pendekatan berasal dari kata appropio (Latin), approach (Inggris), yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. Sebuah penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka perlu dibedakan antara metode dengan pendekatan. Benar, secara epistemologis pendekatan juga berarti jalan, yaitu cara itu sendiri, tetapi perlu dijelaskan bahwa pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi baik dengan metode maupun teori. Sebuah pendekatan dimungkinkan untuk mengoperasikan sejumlah teori dan metode. Dalam hubungan ini pendekatan disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu, seperti: pendekatan sosiologi sastra, psikologi sastra, biografi sastra, antropologi sastra, mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik, termasuk pendekatan yang ditawarkan oleh Abrams, yaitu objektif, ekspresif, mimetik, pragmatik, dan sebagainya. Atas kekhasan sifat karya sastra, maka sejumlah metode yang perlu dibicarakan dalam analisis karya sastra, di antaranya: metode intuitif, metode hermeneutika, metode formal, analisis isi, dialektik, deskriptif analisis, deskriptif komparatif, dan deskriptif induktif. Setiap metode memiliki kedudukan dan kualitas yang sama. Penggunaannya tergantung dari tujuan yang akan dicapai. Yang berbeda adalah kualitas penelitian yang dihasilkan oleh masing-masing peneliti.

1.        Metode Intuitif
Sebuah metode dapat dikatakan baru, metode modern, atau sudah lama, sehingga tidak relevan untuk digunakan. Dikaitkan dengan fungsinya, sebagai alat, metode lahir setiap saat dipergunakan. Sebagai alat, metode adalah proses, diperbaharui secara terus menerus. Konsekuensi yang ditimbulkan, metode lama ditinggalkan, digantikan dengan metode yang baru. Demikian seterusnya, metode yang barupun akan ditingglkan dan diganti oleh metode yang lebih baru. Masalah yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa metode-metode baru tersebut tidak secara keseluruhan baru, melainkan merupakan modifikasi dari metode sebelumnya. Secara praktis metode hermeneutika, metode formal, dialektika, analisis isi, dan sebagainya, adalah sejumlah metode yang sudah digunakan sejak sastra dikenal oleh manusia.
Manusia memahami kebudayaan jelas dengan pikiran dan perasaannya, yaitu dengan intuisi, penafsiran, unsur-unsur, sebab-akibat, dan seterusnya. Sebagai metode filsafat, menurut Anton Bakker (1984; 39-42), metode intuitif digunakan oleh pendiri neo-Pla-tonisme, yaitu Platinos (205-270 M). Dasar metodenya adalah filsafat Yunani, khususnya Plato dan Aristoteles. Ciri metode intuitif adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimbangan antara individu dengan hermeneutika.
Metode intuitif kontemplatif, demikian juga metode intuitif hermeneutis jelas telah digunakan dalam memahami sastra, khususnya sastra Indonesia sebelum lahirnya strukturalisme. Metode formal digunakan sejak lahirnya formalism dan strukturalisme, yang secara eksplisit mulai digunakan oleh Umar Junus, A. Teeuw, dan kelompok Rawamangun.

2.        Metode Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuin, bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Secara mitologis (ibid) hermeneutika dikaitkan dengan hermes, nama Dewa Yunani menyampaikan pesan illahi kepada manusia. Pada dasarnya medium pesan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Jadi, penafsiran disampaikan lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri. Karya sastra perlu ditafsirkan sebab disatu pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.
Dikaitkan dengan fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra. Asal mula agama adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang. Baik sebagai hasil illahi maupun subjek kreator, agam dan sastra perlu ditafsirkan sebab di satu pihak, seperti disebutkan yang di atas, kedua genre terdiri atas bahasa.
Menginterpretasikan, untuk menghindarkan keterbatasan proses interpretasi, peneliti mesti memiliki tititk pijak yang jelas pada umumnya dilakukan dengan gerak spiral. Penafsiran terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda. Keragaman pandangan pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah estetika, etika, dan logika.

3.        Metode Kualitatif
Metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya, baik metode hermeneutika, kualitatif, dan analisis isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Sebagai bagian perkembangan ilmu sosial, kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial. Artinya, fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
Landasan berpikir metode kualitatif adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel Kant, dan Wilhelm Dilthey (Moleong, 1989: 10-11). Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif, melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan, yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Hubungan inilah, metode kualitatif dianggap persis dengan metode pemahaman. Penelitian kualitatif mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh karena itulah, penelitian kualitatif dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai. Dalam ilmu sosial sumber datanya adalah masyarakat, data penelitiannya adalah tindakan-tindakan, sedangkan dalam ilmu sastra sumbernya adalah karya, naskah, data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana. Sosiologi dan psikologi sastra, sumber datanya dapat berupa masyarakat sebab masyarakatlah yang menghasilkan karya sastra tersebut. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif, sebagai berikut:
1.         Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.
2.         Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.
3.         Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.
4.         Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.
5.         Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.

4.        Metode Analisis Isi
Menurut Verdenbreght (1983: 66-68), secara ekspilisit metode analisis isi pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1926. Tetapi secara praktis, telah digunakan jauh sebelumnya. Sesuai dengan namanya analisis isi terutama berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur, pakaian, alat rumah tangga, dan media elektronik. Dalam ilmu sosial, isi yang dimaksudkan berupa masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik, termasuk propaganda. Jadi, keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan manusia. Tetapi dalam karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan, yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra. Analisis isi, khususnya dalam ilmu sosial sekaligus dapat dimanfaatkan secara kualitatif dan kuantitatif.
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komukasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagai dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Dengan kalimat lain, isi komunikasi pada dasarnya juga mengimplikasikan isi laten, tetapi belum tentu sebaliknya. Objek formal metode analsis ini dalah isi komunikasi. Analisis terhadap isi laten akan menghasilkan arti, sedangkan analisis terhadap isi komunikasi akan menghasilkan makna.
Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisi isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komukasi. Dalam karya sastra, misalnnya, dilakukan untuk meneliti gaya tulisan seorang pengarang. Dalam media massa penelitian dengan metode analisis isi dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata, termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, di mana ditulis, dan sebagainya, sehingga dapat diketahui isi pesan secara tepat. Cara yang sama juga dapat dilakukan untuk menganalisis kumpulan surat-surat pribadi, seperti surat-surat kartini. Vredenbreght (ibid.) menyebutkan penelitian Max webar dalam buku The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism sebagai contoh penerapan metode analisis isi yang sangat berhasil.

5.        Metode Formal
Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode sastra adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Hubungan ini perlu dijelaskan perbedaan pengertian yang digunakan dalam disiplin lain. Ilmu bahasa (Sudaryanto, 1993 145), misalnya metode formal adalah cara-cara penyajian dengan memfaatkan tanda dan lambang, yaitu cara penyajian melalui kata-kata biasa. Metode formal tidak bisa dilepaskan dengan teori strukturalisme. Esensi metode formal yaitu unsur-unsur itu sndiri adalah esensi strukturalisme tersebut. Secara historis metode formal dapat ditelusuri dengan adanya perhatian pada sastra sebagai etgon. Metode formal populer sejak tahun 1930-an dengan adanya perhatian terhadap aspek-aspek formal, yang diutamakan adalah ciri-ciri kesastraan secara otonom, ciri yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa yang lain, pola-pola suara dan kata-kata formal. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan aspek biografis, sosiologis, sikologis, ideologis, dan aspek-aspek ekstrinsik lainnya. Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya. Penerapan metode formal perlu mempertimbangkan hakikat karya sastra seperti, puisi, prosa, dan drama. Dengan demikian genre yang mengikutinya seperti, puisi lirik, prosa lirik, drama bersajak, novel sejarah, dan sebagainya. Tugas utama metode formal adalah menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan yanga terkandung dalam karya. Unsur-unsur dibedakan menjadi unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik, unsur kongret, dan formal unsur-unsur makro dan mikro. Unsur-unsur pertama berkaitan dengan sistem sosiokultural yang lebih luas, unsur-unsur yang kedua berkaitan dengan karya sastra sebagai totalitas. 

6.        Metode Dialektika
Secara etimologi dialektika berasal dari kata dialectica, bahasa Latin, berarti cara membahas. Secara historis metode dialektik sudah ada sejak zaman Plato, tetapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerjanya terdiri atas tesisi, antitesis, dan sintesis. Menurut Hauser (1985: 333-334), dalam dialektika unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam unsur yang lain, individualitas justru dipertahankan disamping interdependesinya.
Prinsip-prinsip dialektika dikemangkan oleh Friedrich Hegel atas dasar dialektika spiritual, dan Karl Marx atas dasar pertentangan kelas. Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan hermeneutika, khususnya dalam gerak spiral eksplorasi makna, yaitu penelusuran unsur ke dalam totalitas dan sebaliknya. Perbedakanya adalah kontinuitas operasionalisasi tidak berhenti pada level tertulis, tetapi diteruskan pada jaringan kategori sosial justru merupakan maknanya secara lengkap.
Secar teoretis setiap fakta sastra dapat dianggapsebagai tesisi, kemudian diadakan negasi. Adanya pengingkaran maka tesisi dan antiesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesisi kembali , demikian seterusnya, sehingga proses pemahaman terjadi secara terus-menerus.

7.        Metode Deskriptif Analisis
Metode penelitian dapat juga diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat kedua metode tidak bertentangan. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein (‘ana’=atas, ‘lyein’=urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Metode gabungan yang lain, misalnya deskriptif komparatif, metode dengan cara menguraikan dan membandingkan, dan metode deskriptif induktif, metode dengan cara menguraikan yang diikuti dengan pemahaman dari dalam ke luar.
Metode deskriptif analitik juga dapat digabungkan dengan metode formal. Mula-mula data dideskripsikan dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Perlu dipertimbangkan adalah metode yang lebih khas merupakan metode utama, misalnya metode formal atau analisis isi kemudian dilanjutkan dengan metode yang lebih bersifat umum.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian merupaka kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (KBBI). Penelitian dengan tujuan mengembangkan teori-teori ilmiah atau prinsip-prinsip dasar suatu disiplin yang lebih baik dapat digunakan untuk pemecahan masalah praktis. Sebagai bentuk kegiatan ilmiah penelitian ilmiah memerlukan landasan kerja yang berupa teori. Teori memperlihatkan hubungan-hubungan antar fakta yang mungkin berbeda dan terpisah kedalam satu persoalan dan menginformasikan proses pertalian yang terjadi di dalam kesatuan tersebut.
Ada berbagai macam penelitian, salah satunya adalah penelitian sastra. Penelitian sastra memiliki dua objek kajian, yaitu; penelitian lapangan dan penelitian pustaka. Penelitian lapangan melibatkan karya sastra sebagai objek penelitian dengan peneliti yang terjadi secara alami. Penelitian pustaka, pengkaji hanya terfokuskan oleh objek teks karya sastra saja. Jadi dalam perkembangannya penelitian sastra sebenarnya memanfaatkan teori yang sudah ada.
Penelitian sastra juga dibutuhkan metode, metodologi, dan teknik yang digunakan sebagai kerangka ilmiah peneliti. Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metodologi berkaitan dengan konsep-konsep dasar logika secara keseluruhan. Sedangkan teknik merupakan pengetahuan dan kepandaian atau keterampilan membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil karya seni.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian sastra, meliputi; metode intuitif, metode hermeneutika, metode kualitatif, metode analisis isi, metode formal, metode dialektika, dan metode deskriptif analisis. Metode intuitif merupakan hasil dari penafsiran atau intuisi. Metode hermeneutika merupakan sebuah interpretasi atau menafsirkan. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode analisis isi merupakan pesan atau dokumen yang terdapat dalam naskah sebagai akibat dari komunikasi. Metode formal mempertimbangkan aspek unsur karya sastra. Metode dialektika merupakan sebuah cara untuk membahas karya sastra. Sedangkan metode deskriptif analisis merupakan sebuah usaha dalam menguraikan, memahamkan, dan menjelaskan karya sastra.













DAFTAR PUSTAKA
Hauser, Arnold. 1952. The Social History of Art (Vol. I). Alfred A. Knopf: New York.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar: Denpasar
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Duta Wacana University Press: Yogyakarta.
Vredenbreght, J. 1983. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.

Rabu, 12 Maret 2014

kajian puisi berdasarkan fonologi dan kondisi penulis



Nama               : Mei Andiani
NIM                : A310120032
Kelas               : D


Daun Pepaya
Oleh: Mei Andiani

Hempasan angin menerpa daun pepaya
Bintang di langit bercerai berai
Kidung di sana entah ke mana
Bisikan di sini entah datangnya dari arah mana
Kesunyian menguatkan kalbu hampa
Ketidak sempurnaan manusia membuatnya
Ia selalu bertanya
Angin malam
Sampaikan pesan kalbu ini pada-Nya
Dialah teman sejati
Dialah raja dari segala CINTA
Ibu Bapak,
Lihatlah aku
Aku ingin dilihat
Karenamu aku hidup
Karenamu aku bernafas
Karenamu aku berdiri
Karenamu aku berjalan
Karenamu aku berlari
Dan hanya karenamu aku di sini
Aku bertahan demi ukiran namamu di kalbuku
Masih mengerak di otak
Mengelumut penuh humus
Sinar mentari tak mampu menyingkirkanmu
Karena air (engkau) adalah dasar hidup dan energiku

Surakarta, 7 Maret 2014

Kajian Puisi:
1.      Aspek Fonologi
a.       Daun Pepaya: daun yang rasanya pahit namun penuh dengan khasiat. Awalnya pahit pada akhirnya akan manis juga. Biasa digunakan untuk obat, jika sudah sembuh maka manislah hasilnya (kesehatan) yang tak ternilai harganya. Inilah hidup, hidup penuh dengan kepahitan, namun sebagai manusia yang beriman hendaklah memikirkan hal itu. Jika kita mensyukuri nikmat maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan. Ikhtiar dalam menjalani hidup.
b.      Hempasan angin menerpa daun pepaya: tiupan angin menghantam daun pepaya yang ada di depan kost.
c.       Bintang di langit bercerai berai: malam hari yang gelap gulita.
d.      Kidung di sana entah ke mana: nyayian/ lelipur hati/ nasehat yang tidak pernah terdengar lagi dari bibir orang tua.
e.       Bisikan di sini entah datangnya dari arah mana: banyak pemikiran yang datang di kepala (mengandai-andai) namun entah yang mana yang harus diwujudkan dahulu (perlu bimbingan).
f.       Kesunyian menguatkan kalbu hampa: malam yang sepi sangat mendukung dan menguatkan kerinduan di hati bersama orang tua.
g.      Ketidak sempurnaan manusia membuatnya ia selalu bertanya: saya (penulis) selalu menanyakan keadilan hidup, mengapa tidak seperti yang ia pinta, mengapa harus seperti ini, mengapa dan mengapa?
h.      Angin malam: (dingin) angin yang berhembus di malam hari.
i.        Sampaikan pesan kalbu ini pada-Nya: segala apa yang dirasa oleh (penulis) hanya mampu dincurahkan kepada Allah semata. Tiada orang tua yang mendengar, karena ketiadaannya. Aku bukan seperti mereka.
j.        Dialah teman sejati: di manapun kita berada pasti Allah selalu menemani dan melihat kita.
k.      Dialah raja dari segala CINTA: karena yang menbolak-balikkan hati manusia adalah Allah. Arrahman Arrahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Allah memberikan ujian tidak mungkin melampaui batas kemampuan umat-Nya, karena Dia menyayanginya.
l.        Ibu Bapak: orangtua (orang yang tua).
m.    Lihatlah aku: saya (penulis) ingin dilihat oleh orangtuanya. Ingin melihat senyum yang mengembang di bibir mereka.
n.      Aku ingin dilihat: tak mudah saya (penulis) bisa sampai seperti ini sekarang ini, bagi anak-anakmu.
o.      Karenamu aku hidup: demi mereka saya bertahan.
p.      Karenamu aku bernafas: demi mereka saya meramu angan.
q.      Karenamu aku berdiri: demi meraka saya berusaha mewujudkan angan.
r.        Karenamu aku berjalan: demi meraka saya mengarungi hidup, berikhtiar untuk menjadi yang lebih baik.
s.       Karenamu aku berlari: berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan angan serta mimpi demi kalian (orangtua) tersenyum melihat (bangga) memiliki anak sepertiku.
t.        Dan hanya karenamu aku di sini: karena merekalah saya bertahan hidup, bertahan terhadap cobaan, bertahan demi cita-cita, dan mencoba untuk hidup yang lebih baik lagi dengan membangun asa. Tak mudah bagi saya untuk sampai di UMS. Bersyukur sekali saya bisa berdiri di antara kalian semua (teman-temanku). Ini merupakan suatu hadian dari Allah. Inikah yang saya petik dari do’aku selama ini? Inikah keadilan Tuhan?
u.      Aku bertahan demi ukiran namamu di kalbuku: saya ingin menjunjung derajat kalian (orangtua) di hadapan orang-orang yang biasa meremahkan karena kemiskinan yang dimiliki.
v.      Masih mengerak di otak: selamanya akan terngiang nama kalian (orangtua) di fikiranku, engkaulah pahlawanku, engkaulah idolaku. Tidak mudah bagimu membuatku mampu seperti ini.
w.    Mengelumut penuh humus: semakin tertanalah kakuatanku untuk membahagiakanmu.
x.      Sinar mentari tak mampu menyingkirkanmu: orang lain dan orang-orang yang benci terhadap kita, saya anggap hal biasa dan bagaikan anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya tak pedulikan mereka berkata apa terhadap keluarga kita.
y.      Karena air (engkau) adalah dasar hidup dan energiku: (engkau)= orangtua, adalah kekuatanku.

2.      Proses/kondisi mental yang dimiliki oleh penulis:
Saya merindukan dan menginginkan kasih sayang orangtua sebagaimana mestinya. Layaknya manusia/anak pada umumnya. Ingin dibelai kepalanya, ingin dipeluk tubuhnya, ingin ditanya mendapat nilai berapa di sekolahan, sampai ingin ditanya hal-hal yang baru saya alami. Ternyata ini semua adalah khayalan semata. Ya, karena orangtua tidak berlatar belakang berpendidikan, satu-satunya tinggal Ayah, Ibu telah tiada sedari kecil. Mungkin jika ditanya, seperti apa wajah Ibumu? Jawabanku “tidak tahu”. Ayah membanting tulang demi anak-anaknya. Memberikan yang terbaik semampunya, memberikan kasih sayang walaupun tak pernah ia simbolkan. Sedari kecil sudah hidup mandiri mencukupi kebutuhan sendiri. Ambil yang ada, tidak perlu iri dengan punyanya teman. Aku sangatlah berbeda dengan kamu, aku tidak seperti kalian.
Bisa lulus SMP sudah bersyukur (bisa sekolah). Waktu SMA sangatlah kepayahan dalam hal ini. Saya pandaipun tidak, punya keahlianpun juga tidak, bahkan bukanlah anak orang berada, namun inilah tangan Allah. Allah Maha Adil. Inilah keadilah Tuhan. Inilah kerasnya hidup, inilah pilihan.
Lulus SMA mencari-cari informasi mengenai beasiswa perguruan tinggi. Alhamdulillah lewat jalur aktivis Muhammadiyah saya dapatkan. Raihlah di UMS. Di sini saya ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa saya BISA, saya anak orang tidak punya juga bisa kuliah, saya harus menjadi orang.
Tuhan..tolong jangan ambil nyawa Ayahku dulu. Aku belum sempurna melangkah, belum sempurna membuatnya tersenyum, belum membahagiakannya dengan jerih payahku ini. Biarpun semua jasanya tak mampu aku bayar dan tebus, namun hanya satu keinginnanku, hamba hanya ingin melihat senyumnya mengembang di bibir dengan tulus bangga kepada anaknya. Aamiin Ya Robb..