BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penelitian merupakan rangkaian kegiatan
ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Penelitian terbagi atas
beberapa jenis salah satunya penelitian sastra. Penelitian sastra pada
hakikatnya proses bertemunya antara pencipta karya sastra dengan karya sastra
yang dihasilkan. Karya sastra merupakan wujud kreatifitas manusia tergolong
dalam konvensi-konvensi yang berlaku bagi wujud ciptaannya seperti novel,
puisi, dan drama. Salah satu yang menarik dalam penelitian karya sastra adalah
perihal keharusan adanya distansi, kerja yang objektif, dan terhindar dari
unsur prasangka perspektif. Sebagai bentuk kegiatan ilmiah penelitian ilmiah
memerlukan landasan kerja yang berupa teori. Teori memperlihatkan
hubungan-hubungan antar fakta yang mungkin berbeda dan terpisah kedalam satu
persoalan dan menginformasikan proses pertalian yang terjadi di dalam kesatuan
tersebut.
Sastra terdapat dua macam penelitian,
yaitu; penelitian lapangan dan perpustakaan. Dalam penelitian lapangan dilakukan
dalam situasi alamiah akan tetapi didahului oleh campur tangan dari pihak
peneliti, sementara penelitian pustaka secara khusus meneliti teks. Data
penelitian diperoleh dari kegiatan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
orang yang sama atau berbeda yang datanya dapat dipertanggung jawabkan.
Pendekatan yang dibicarakan dalam penelitian sastra diantaranya pendekatan
ekspresif, Mimeis, Pragmatik, Objektif.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
saja yang terdapat dalam penelitian sastra?
2.
Apa
perbedaan metode, metodologi, dan tekhik dalam penelitian sastra?
3.
Menggunakan
pendekatan apa saja dalam penelitian sastra?
C.
TUJUAN
1.
Mendeskripsikan
mengenai penelitian sastra.
2.
Mengetahui
hakikat metode, metodologi, dan teknik dalam penelitian sastra.
3.
Memaparkan
metode penelitian sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
Metode, metodologi, dan Teknik
Metode berasal
dari bahasa Latin methodos yaitu meta dan hodos. Meta
berarti menuju, melalui, mengikuti, dan sesudah. Hodos berarti jalan,
cara, dan arah. Metode dalam pengertian yang luas dianggap sebagai cara-cara,
strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan
rangkaian sebab akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk menyederhanakan
masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami.
Metode sering
dikacaukan penggunaannya dengan metodologi. Secara etimologis metodologi
berasal dari methodhos dan logos, yaitu filsafat atau ilmu
mengenai metode. Metodologi membahas prosedur intelektual dalam totalitas
komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksudkan terjadi sejak peneliti menaruh
minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan model,
merumuskan hipotesis dan permasalahan, mengadakan pengujian teori, menganalisis
data, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metodologi jelas mengimplikasikan
metode, tetapi metodologi bukanlah kumpulan metode, juga bukan deskripsi
mengenai metode. Berbeda dengan metode, metodologi tidak berkaitan dengan
teknik-teknik penelitian, melainkan dengan konsep-konsep dasar logika secara
keseluruhan.
Secara definiti
metodologi berkaitan dengan metode, sedangkan paradigma merupakan dasar-dasar
pemahaman yang menggaris bawahi entitas subjek dalam memandang objek tertentu.
Misalnya sastra, mungkin terdapat paradigma teori, kritik, dan sejarah sastra,
sastra universal dan sastra kontekstual, seni untuk seni dan seni untuk
masyarakat, sastra lama dan modern, dan sebagainya. Dalam hubungan ini
paradigma berfungsi untuk menggali kekayaan dan keaneragaman kultural.
Secara
definitif metode dengan teknik tidak memiliki batasan yang jelas. Teknik
berasal dari kata tekhnikos dalam bahasa Yunani, juga berarti alat, atau
seni menggunakan alat. Ada tiga cara yang dapat dikemukakan untuk membedakan
antara metode dengan teknik, bahkan juga dengan teori.
1.
Dengan
cara membedakan tingkat abstraksinya.
2.
Dengan
cara memperhatikan faktor mana yang lebih luas ruang lingkup pemakaiannya.
3.
Dengan
cara memperhatikan hubungannya dengan objek.
Sebagai alat, teknik bersifat paling kongkret, sebagai instrumen
penelitian teknik dapat dideteksi secara indrawi. Menurut Vredenbreght (1983:
20-21) teknik berhubungan dengan data primer. Dalam hubungan ini, sejumlah
teknik yang sering dimanfaatkan, misalnya: wawancara, kuesioner, rekaman,
statistik, dokumen, angket, teknik kartu data, dan sebagainya.
Penelitian sastra pada dasarnya memanfaatkan dua macam penelitian,
yaitu penelitian lapangan dan penelitian perpustakaan. Prosedur penelitian
lapangan ilmu sastra hampir sama dengan ilmu sosial, keduanya memanfaatkan
instrumen yang sama, dengan sendirinya dengan metode dan teknik yang sama.
Prosedur penelitian pustaka dalam bidang sastra agak berbeda, memiliki
ciri-ciri tersendiri. Pada umumnya penelitian perpustakaan secara khusus
meneliti teks, baik lama maupun modern.
Istilah lain yang sering menimbulkan perdebatan dalam dunia
penelitian adalah pendekatan. Pendekatan sering disamakan dengan metode. Secara
epistemologi pendekatan berasal dari kata appropio (Latin), approach
(Inggris), yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. Sebuah penelitian
merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka
perlu dibedakan antara metode dengan pendekatan. Benar, secara epistemologis
pendekatan juga berarti jalan, yaitu cara itu sendiri, tetapi perlu dijelaskan
bahwa pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi
baik dengan metode maupun teori. Sebuah pendekatan dimungkinkan untuk
mengoperasikan sejumlah teori dan metode. Dalam hubungan ini pendekatan
disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu, seperti: pendekatan sosiologi sastra,
psikologi sastra, biografi sastra, antropologi sastra, mitopoik, intrinsik dan
ekstrinsik, termasuk pendekatan yang ditawarkan oleh Abrams, yaitu objektif,
ekspresif, mimetik, pragmatik, dan sebagainya. Atas kekhasan sifat karya
sastra, maka sejumlah metode yang perlu dibicarakan dalam analisis karya
sastra, di antaranya: metode intuitif, metode hermeneutika, metode formal,
analisis isi, dialektik, deskriptif analisis, deskriptif komparatif, dan
deskriptif induktif. Setiap metode memiliki kedudukan dan kualitas yang sama.
Penggunaannya tergantung dari tujuan yang akan dicapai. Yang berbeda adalah
kualitas penelitian yang dihasilkan oleh masing-masing peneliti.
1.
Metode Intuitif
Sebuah metode
dapat dikatakan baru, metode modern, atau sudah lama, sehingga tidak relevan
untuk digunakan. Dikaitkan dengan fungsinya, sebagai alat, metode lahir setiap
saat dipergunakan. Sebagai alat, metode adalah proses, diperbaharui secara
terus menerus. Konsekuensi yang ditimbulkan, metode lama ditinggalkan,
digantikan dengan metode yang baru. Demikian seterusnya, metode yang barupun
akan ditingglkan dan diganti oleh metode yang lebih baru. Masalah yang perlu
diperhatikan adalah kenyataan bahwa metode-metode baru tersebut tidak secara
keseluruhan baru, melainkan merupakan modifikasi dari metode sebelumnya. Secara
praktis metode hermeneutika, metode formal, dialektika, analisis isi, dan
sebagainya, adalah sejumlah metode yang sudah digunakan sejak sastra dikenal
oleh manusia.
Manusia
memahami kebudayaan jelas dengan pikiran dan perasaannya, yaitu dengan intuisi,
penafsiran, unsur-unsur, sebab-akibat, dan seterusnya. Sebagai metode filsafat,
menurut Anton Bakker (1984; 39-42), metode intuitif digunakan oleh pendiri
neo-Pla-tonisme, yaitu Platinos (205-270 M). Dasar metodenya adalah filsafat
Yunani, khususnya Plato dan Aristoteles. Ciri metode intuitif adalah kontemplasi,
pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara individu dengan hermeneutika.
Metode intuitif
kontemplatif, demikian juga metode intuitif hermeneutis jelas telah digunakan
dalam memahami sastra, khususnya sastra Indonesia sebelum lahirnya
strukturalisme. Metode formal digunakan sejak lahirnya formalism dan
strukturalisme, yang secara eksplisit mulai digunakan oleh Umar Junus, A.
Teeuw, dan kelompok Rawamangun.
2.
Metode
Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal
dari kata hermeneuin, bahasa Yunani,
yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Secara mitologis (ibid)
hermeneutika dikaitkan dengan hermes, nama Dewa Yunani menyampaikan pesan illahi kepada manusia. Pada dasarnya medium
pesan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Jadi, penafsiran
disampaikan lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri. Karya sastra perlu
ditafsirkan sebab disatu pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang
tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.
Dikaitkan dengan fungsi utama
hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka metode ini dianggap
tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya
tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra. Asal mula agama
adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang. Baik sebagai
hasil illahi maupun subjek kreator, agam dan sastra perlu ditafsirkan sebab di
satu pihak, seperti disebutkan yang di atas, kedua genre terdiri atas bahasa.
Menginterpretasikan, untuk menghindarkan
keterbatasan proses interpretasi, peneliti mesti memiliki tititk pijak yang
jelas pada umumnya dilakukan dengan gerak spiral. Penafsiran terjadi karena
setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda.
Keragaman pandangan pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan
manusia, menambah estetika, etika, dan logika.
3.
Metode
Kualitatif
Metode kualitatif pada dasarnya sama
dengan metode hermeneutika. Artinya, baik metode hermeneutika, kualitatif, dan
analisis isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan
menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Sebagai bagian perkembangan ilmu sosial,
kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh
hakikat fakta-fakta sosial. Artinya, fakta sosial adalah fakta-fakta
sebagaimana ditafsirkan oleh subjek. Metode kualitatif memberikan perhatian
terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.
Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan pengarang, lingkungan
sosial di mana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
Landasan berpikir metode kualitatif
adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel Kant, dan Wilhelm Dilthey
(Moleong, 1989: 10-11). Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk
substantif, melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan, yang
justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Hubungan inilah, metode
kualitatif dianggap persis dengan metode pemahaman. Penelitian kualitatif
mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh karena itulah, penelitian kualitatif
dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai. Dalam
ilmu sosial sumber datanya adalah masyarakat, data penelitiannya adalah
tindakan-tindakan, sedangkan dalam ilmu sastra sumbernya adalah karya, naskah,
data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.
Sosiologi dan psikologi sastra, sumber datanya dapat berupa masyarakat sebab
masyarakatlah yang menghasilkan karya sastra tersebut. Ciri-ciri terpenting
metode kualitatif, sebagai berikut:
1.
Memberikan
perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu
sebagai studi kultural.
2.
Lebih
mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu
berubah.
3.
Tidak ada jarak
antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai
instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.
4.
Desain dan
kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.
5.
Penelitian
bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.
4.
Metode
Analisis Isi
Menurut Verdenbreght (1983: 66-68),
secara ekspilisit metode analisis isi pertama kali digunakan di Amerika Serikat
tahun 1926. Tetapi secara praktis, telah digunakan jauh sebelumnya. Sesuai
dengan namanya analisis isi terutama berhubungan dengan isi komunikasi, baik
secara verbal, dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur,
pakaian, alat rumah tangga, dan media elektronik. Dalam ilmu sosial, isi yang
dimaksudkan berupa masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik, termasuk
propaganda. Jadi, keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan manusia.
Tetapi dalam karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan, yang dengan
sendirinya sesuai dengan hakikat sastra. Analisis isi, khususnya dalam ilmu
sosial sekaligus dapat dimanfaatkan secara kualitatif dan kuantitatif.
Isi dalam metode analisis isi terdiri
atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang
terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang
terkandung sebagai akibat komukasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagai
dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana
terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Dengan kalimat lain, isi
komunikasi pada dasarnya juga mengimplikasikan isi laten, tetapi belum tentu
sebaliknya. Objek formal metode analsis ini dalah isi komunikasi. Analisis
terhadap isi laten akan menghasilkan arti, sedangkan analisis terhadap isi
komunikasi akan menghasilkan makna.
Sebagaimana metode kualitatif, dasar
pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran
dalam metode kualitatif memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar
penafsiran dalam metode analisi isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh
karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat
isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi
interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komukasi. Dalam karya sastra,
misalnnya, dilakukan untuk meneliti gaya tulisan seorang pengarang. Dalam media
massa penelitian dengan metode analisis isi dilakukan terhadap paragraf,
kalimat, dan kata, termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, di
mana ditulis, dan sebagainya, sehingga dapat diketahui isi pesan secara tepat.
Cara yang sama juga dapat dilakukan untuk menganalisis kumpulan surat-surat
pribadi, seperti surat-surat kartini. Vredenbreght (ibid.) menyebutkan
penelitian Max webar dalam buku The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism sebagai contoh penerapan metode analisis isi yang sangat berhasil.
5.
Metode
Formal
Metode formal adalah analisis dengan
mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur-unsur
karya sastra. Tujuan metode sastra adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan
memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Hubungan ini perlu
dijelaskan perbedaan pengertian yang digunakan dalam disiplin lain. Ilmu bahasa
(Sudaryanto, 1993 145), misalnya metode formal adalah cara-cara penyajian
dengan memfaatkan tanda dan lambang, yaitu cara penyajian melalui kata-kata
biasa. Metode formal tidak bisa dilepaskan dengan teori strukturalisme. Esensi
metode formal yaitu unsur-unsur itu sndiri adalah esensi strukturalisme
tersebut. Secara historis metode formal dapat ditelusuri dengan adanya
perhatian pada sastra sebagai etgon. Metode formal populer sejak tahun 1930-an
dengan adanya perhatian terhadap aspek-aspek formal, yang diutamakan adalah
ciri-ciri kesastraan secara otonom, ciri yang membedakan sastra dari ungkapan
bahasa yang lain, pola-pola suara dan kata-kata formal. Konsekuensi logis yang
ditimbulkan adalah mengabaikan aspek biografis, sosiologis, sikologis,
ideologis, dan aspek-aspek ekstrinsik lainnya. Ciri-ciri utama metode formal
adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan
antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya. Penerapan metode formal perlu
mempertimbangkan hakikat karya sastra seperti, puisi, prosa, dan drama. Dengan
demikian genre yang mengikutinya seperti, puisi lirik, prosa lirik, drama
bersajak, novel sejarah, dan sebagainya. Tugas utama metode formal adalah
menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan yanga terkandung dalam karya.
Unsur-unsur dibedakan menjadi unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik, unsur
kongret, dan formal unsur-unsur makro dan mikro. Unsur-unsur pertama berkaitan
dengan sistem sosiokultural yang lebih luas, unsur-unsur yang kedua berkaitan
dengan karya sastra sebagai totalitas.
6.
Metode
Dialektika
Secara etimologi dialektika berasal dari
kata dialectica, bahasa Latin,
berarti cara membahas. Secara historis metode dialektik sudah ada sejak zaman Plato,
tetapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerjanya terdiri atas
tesisi, antitesis, dan sintesis. Menurut Hauser (1985: 333-334), dalam
dialektika unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam unsur yang lain,
individualitas justru dipertahankan disamping interdependesinya.
Prinsip-prinsip dialektika dikemangkan
oleh Friedrich Hegel atas dasar dialektika spiritual, dan Karl Marx atas dasar
pertentangan kelas. Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan hermeneutika,
khususnya dalam gerak spiral eksplorasi makna, yaitu penelusuran unsur ke dalam
totalitas dan sebaliknya. Perbedakanya adalah kontinuitas operasionalisasi
tidak berhenti pada level tertulis, tetapi diteruskan pada jaringan kategori
sosial justru merupakan maknanya secara lengkap.
Secar teoretis setiap fakta sastra dapat
dianggapsebagai tesisi, kemudian diadakan negasi. Adanya pengingkaran maka
tesisi dan antiesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang
lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesisi
kembali , demikian seterusnya, sehingga proses pemahaman terjadi secara
terus-menerus.
7.
Metode
Deskriptif Analisis
Metode
penelitian dapat juga diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat
kedua metode tidak bertentangan. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan
cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara
etimologis deskripsi dan analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein
(‘ana’=atas, ‘lyein’=urai), telah diberikan arti tambahan, tidak
semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan
secukupnya. Metode gabungan yang lain, misalnya deskriptif komparatif, metode
dengan cara menguraikan dan membandingkan, dan metode deskriptif induktif,
metode dengan cara menguraikan yang diikuti dengan pemahaman dari dalam ke
luar.
Metode
deskriptif analitik juga dapat digabungkan dengan metode formal. Mula-mula data
dideskripsikan dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya kemudian
dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Perlu dipertimbangkan adalah metode
yang lebih khas merupakan metode utama, misalnya metode formal atau analisis
isi kemudian dilanjutkan dengan metode yang lebih bersifat umum.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian merupaka kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji
suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (KBBI).
Penelitian dengan tujuan mengembangkan teori-teori ilmiah atau prinsip-prinsip
dasar suatu disiplin yang lebih baik dapat digunakan untuk pemecahan masalah
praktis. Sebagai bentuk kegiatan ilmiah penelitian ilmiah memerlukan landasan
kerja yang berupa teori. Teori memperlihatkan hubungan-hubungan antar fakta
yang mungkin berbeda dan terpisah kedalam satu persoalan dan menginformasikan
proses pertalian yang terjadi di dalam kesatuan tersebut.
Ada berbagai macam penelitian, salah
satunya adalah penelitian sastra. Penelitian sastra memiliki dua objek kajian,
yaitu; penelitian lapangan dan penelitian pustaka. Penelitian lapangan
melibatkan karya sastra sebagai objek penelitian dengan peneliti yang terjadi
secara alami. Penelitian pustaka, pengkaji hanya terfokuskan oleh objek teks
karya sastra saja. Jadi dalam perkembangannya penelitian sastra sebenarnya
memanfaatkan teori yang sudah ada.
Penelitian sastra juga dibutuhkan
metode, metodologi, dan teknik yang digunakan sebagai kerangka ilmiah peneliti.
Metode merupakan cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metodologi berkaitan dengan konsep-konsep
dasar logika secara keseluruhan. Sedangkan teknik merupakan pengetahuan dan
kepandaian atau keterampilan membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil karya
seni.
Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian sastra, meliputi; metode intuitif, metode
hermeneutika, metode kualitatif, metode analisis isi, metode formal, metode
dialektika, dan metode deskriptif analisis. Metode intuitif merupakan hasil
dari penafsiran atau intuisi. Metode hermeneutika merupakan sebuah interpretasi
atau menafsirkan. Metode kualitatif memberikan perhatian
terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.
Metode analisis isi merupakan pesan atau dokumen yang terdapat dalam naskah
sebagai akibat dari komunikasi. Metode formal mempertimbangkan aspek unsur
karya sastra. Metode dialektika merupakan sebuah cara untuk membahas karya
sastra. Sedangkan metode deskriptif analisis merupakan sebuah usaha dalam
menguraikan, memahamkan, dan menjelaskan karya sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Hauser, Arnold.
1952. The Social History of Art (Vol. I). Alfred A. Knopf: New York.
Ratna, Nyoman
Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka
Pelajar: Denpasar
Sudaryanto.
1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis. Duta Wacana University Press: Yogyakarta.
Vredenbreght, J.
1983. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.