Nama : Mei Andiani
NIM : A310120032
Kelas : D
Daun
Pepaya
Oleh:
Mei Andiani
Hempasan
angin menerpa daun pepaya
Bintang
di langit bercerai berai
Kidung
di sana entah ke mana
Bisikan
di sini entah datangnya dari arah mana
Kesunyian
menguatkan kalbu hampa
Ketidak
sempurnaan manusia membuatnya
Ia
selalu bertanya
Angin
malam
Sampaikan
pesan kalbu ini pada-Nya
Dialah
teman sejati
Dialah
raja dari segala CINTA
Ibu
Bapak,
Lihatlah
aku
Aku
ingin dilihat
Karenamu
aku hidup
Karenamu
aku bernafas
Karenamu
aku berdiri
Karenamu
aku berjalan
Karenamu
aku berlari
Dan
hanya karenamu aku di sini
Aku
bertahan demi ukiran namamu di kalbuku
Masih
mengerak di otak
Mengelumut
penuh humus
Sinar
mentari tak mampu menyingkirkanmu
Karena
air (engkau) adalah dasar hidup dan energiku
Surakarta,
7 Maret 2014
Kajian
Puisi:
1.
Aspek Fonologi
a.
Daun Pepaya:
daun yang rasanya pahit namun penuh dengan khasiat. Awalnya pahit pada akhirnya
akan manis juga. Biasa digunakan untuk obat, jika sudah sembuh maka manislah
hasilnya (kesehatan) yang tak ternilai harganya. Inilah hidup, hidup penuh
dengan kepahitan, namun sebagai manusia yang beriman hendaklah memikirkan hal
itu. Jika kita mensyukuri nikmat maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau
dustakan. Ikhtiar dalam menjalani hidup.
b.
Hempasan angin
menerpa daun pepaya: tiupan angin menghantam daun pepaya yang ada di depan
kost.
c.
Bintang di
langit bercerai berai: malam hari yang gelap gulita.
d.
Kidung di sana
entah ke mana: nyayian/ lelipur hati/ nasehat yang tidak pernah terdengar lagi
dari bibir orang tua.
e.
Bisikan di sini
entah datangnya dari arah mana: banyak pemikiran yang datang di kepala
(mengandai-andai) namun entah yang mana yang harus diwujudkan dahulu (perlu
bimbingan).
f.
Kesunyian
menguatkan kalbu hampa: malam yang sepi sangat mendukung dan menguatkan
kerinduan di hati bersama orang tua.
g.
Ketidak
sempurnaan manusia membuatnya ia selalu bertanya: saya (penulis) selalu
menanyakan keadilan hidup, mengapa tidak seperti yang ia pinta, mengapa harus
seperti ini, mengapa dan mengapa?
h.
Angin malam:
(dingin) angin yang berhembus di malam hari.
i.
Sampaikan pesan
kalbu ini pada-Nya: segala apa yang dirasa oleh (penulis) hanya mampu
dincurahkan kepada Allah semata. Tiada orang tua yang mendengar, karena
ketiadaannya. Aku bukan seperti mereka.
j.
Dialah teman
sejati: di manapun kita berada pasti Allah selalu menemani dan melihat kita.
k.
Dialah raja
dari segala CINTA: karena yang menbolak-balikkan hati manusia adalah Allah.
Arrahman Arrahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Allah memberikan ujian
tidak mungkin melampaui batas kemampuan umat-Nya, karena Dia menyayanginya.
l.
Ibu Bapak:
orangtua (orang yang tua).
m.
Lihatlah aku:
saya (penulis) ingin dilihat oleh orangtuanya. Ingin melihat senyum yang
mengembang di bibir mereka.
n.
Aku ingin
dilihat: tak mudah saya (penulis) bisa sampai seperti ini sekarang ini, bagi
anak-anakmu.
o.
Karenamu aku
hidup: demi mereka saya bertahan.
p.
Karenamu aku
bernafas: demi mereka saya meramu angan.
q.
Karenamu aku
berdiri: demi meraka saya berusaha mewujudkan angan.
r.
Karenamu aku
berjalan: demi meraka saya mengarungi hidup, berikhtiar untuk menjadi yang
lebih baik.
s.
Karenamu aku
berlari: berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan angan serta mimpi demi
kalian (orangtua) tersenyum melihat (bangga) memiliki anak sepertiku.
t.
Dan hanya
karenamu aku di sini: karena merekalah saya bertahan hidup, bertahan terhadap
cobaan, bertahan demi cita-cita, dan mencoba untuk hidup yang lebih baik lagi
dengan membangun asa. Tak mudah bagi saya untuk sampai di UMS. Bersyukur sekali
saya bisa berdiri di antara kalian semua (teman-temanku). Ini merupakan suatu
hadian dari Allah. Inikah yang saya petik dari do’aku selama ini? Inikah
keadilan Tuhan?
u.
Aku bertahan
demi ukiran namamu di kalbuku: saya ingin menjunjung derajat kalian (orangtua)
di hadapan orang-orang yang biasa meremahkan karena kemiskinan yang dimiliki.
v.
Masih mengerak
di otak: selamanya akan terngiang nama kalian (orangtua) di fikiranku,
engkaulah pahlawanku, engkaulah idolaku. Tidak mudah bagimu membuatku mampu
seperti ini.
w.
Mengelumut
penuh humus: semakin tertanalah kakuatanku untuk membahagiakanmu.
x.
Sinar mentari
tak mampu menyingkirkanmu: orang lain dan orang-orang yang benci terhadap kita,
saya anggap hal biasa dan bagaikan anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya
tak pedulikan mereka berkata apa terhadap keluarga kita.
y.
Karena air
(engkau) adalah dasar hidup dan energiku: (engkau)= orangtua, adalah
kekuatanku.
2.
Proses/kondisi
mental yang dimiliki oleh penulis:
Saya merindukan dan menginginkan kasih sayang orangtua sebagaimana
mestinya. Layaknya manusia/anak pada umumnya. Ingin dibelai kepalanya, ingin
dipeluk tubuhnya, ingin ditanya mendapat nilai berapa di sekolahan, sampai
ingin ditanya hal-hal yang baru saya alami. Ternyata ini semua adalah khayalan
semata. Ya, karena orangtua tidak berlatar belakang berpendidikan, satu-satunya
tinggal Ayah, Ibu telah tiada sedari kecil. Mungkin jika ditanya, seperti apa
wajah Ibumu? Jawabanku “tidak tahu”. Ayah membanting tulang demi anak-anaknya.
Memberikan yang terbaik semampunya, memberikan kasih sayang walaupun tak pernah
ia simbolkan. Sedari kecil sudah hidup mandiri mencukupi kebutuhan sendiri.
Ambil yang ada, tidak perlu iri dengan punyanya teman. Aku sangatlah berbeda
dengan kamu, aku tidak seperti kalian.
Bisa lulus SMP sudah bersyukur (bisa sekolah). Waktu SMA sangatlah
kepayahan dalam hal ini. Saya pandaipun tidak, punya keahlianpun juga tidak,
bahkan bukanlah anak orang berada, namun inilah tangan Allah. Allah Maha Adil.
Inilah keadilah Tuhan. Inilah kerasnya hidup, inilah pilihan.
Lulus SMA mencari-cari informasi mengenai beasiswa perguruan
tinggi. Alhamdulillah lewat jalur aktivis Muhammadiyah saya dapatkan. Raihlah
di UMS. Di sini saya ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa saya BISA, saya
anak orang tidak punya juga bisa kuliah, saya harus menjadi orang.
Tuhan..tolong jangan ambil nyawa Ayahku dulu. Aku belum sempurna
melangkah, belum sempurna membuatnya tersenyum, belum membahagiakannya dengan
jerih payahku ini. Biarpun semua jasanya tak mampu aku bayar dan tebus, namun
hanya satu keinginnanku, hamba hanya ingin melihat senyumnya mengembang di
bibir dengan tulus bangga kepada anaknya. Aamiin Ya Robb..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar